KOMPAS.com — Sakit kepala dan migrain yang sering terjadi merupakan tanda stres. Studi baru menemukan bukti yang menunjukkan bahwa stres dapat memicu sakit kepala dan migrain.
Para peneliti menganalisis data dari 5.519 peserta berusia
21-71. Mereka menemukan peserta yang mengalami peningkatan sakit kepala setiap
bulannya berkaitan dengan peningkatan stres. Temuan ini dipresentasikan dalam
pertemuan tahunan American Academy of Neurology di Philadelphia.
Dalam survei, peserta melaporkan tingkat stres dan sakit
kepala mereka selama 2010-2012.
Sebanyak 31 persen peserta mengalami sakit
kepala seperti tertekan, 14 persen mengalami migrain, dan 11 persen mengalami
kombinasi migrain dan sakit kepala.
Peserta yang melaporkan mengalami sakit kepala, tingkat
stresnya rata-rata mencapai angka 52 dari 100. Mereka yang mengalami migrain
memiliki tingkat stres 62 dari 100. Sementara mereka yang mengalami kombinasi
keduanya tingkat stresnya 59 dari 100.
"Sakit kepala tipe tekanan dan migrain merupakan
gangguan sakit kepala utama yang terjadi pada 80 persen populasi umum. Inilah
alasan mengapa kami memilih untuk meneliti keduanya," ujar penulis studi
Sara H Schramm dari University Hospital di University Duisburg-Essen, Jerman.
Data menunjukkan, pada setiap tipe sakit kepala, kenaikan
tingkat stres berkaitan dengan peningkatan jumlah sakit kepala setiap bulannya.
Peningkatan 10 angka tingkat stres berhubungan dengan kenaikan 6,3 persen sakit
kepala tipe tekanan, 4,3 persen kenaikan migrain, dan empat persen kenaikan
kombinasi sakit kepala dan migrain.
Para peneliti mengatakan, ini merupakan studi pertama yang
menunjukkan bahwa stres dapat memengaruhi sakit kepala. "Sejauh yang kami
tahu, studi berbasis populasi prospektif yang mengevaluasi pengaruh stres pada
frekuensi dan tipe sakit kepala belum pernah dilakukan sebelumnya," ujar
Schramm.
Sakit kepala tipe tekanan dan migrain memiliki gejala
berbeda. Sakit kepala tipe tekanan ditandai dengan sakit kepala dengan
intensitas ringan hingga berat dan nyeri yang ketat. Sementara migrain ditandai
dengan sakit kepala berdenyut yang parah disertai mual, muntah, dan sensitif
terhadap cahaya dan suara.
"Belum diketahui apakah mekanisme biologis keduanya sama
atau berbeda sebagai reaksi terhadap stres," kata peneliti.
Menurut peneliti, temuan ini menunjukkan pentingnya manajemen
stres bagi penderita sakit kepala dan migrain. Pengobatan psikologis, terutama
pembinaan untuk stres, penting dilakukan.
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar Anda sangat saya butuhkan!!